Konsepnews – Giliran Ketua KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) Yuliandre Darwis, Ketua PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Atal S Depari, dan Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga Dewan Pers Agus Sudibyo, dihadirkan sebagai narasumber dalam diskusi pada Forum Merdeka Barat 9, Rabu (26/6).
Diskusi bertema Pers di Pusaran Demokrasi ini berlangsung di Gedung Serbaguna Kantor Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), Jakarta. Membahas peran pers di era demokrasi kekinian, utamanya dalam mengeliminasi berita-berita hoaks dalam pemberitaanya.
Seperti diketahui, belakangan ini muncul cukup banyak media baru seperti situs online dan media sosial. Sebagian di antaranya memproduksi hoaks, sehingga menyebabkan masyarakat terpecah belah, apalagi saat momentum pemilihan umum.
Atal S. Depari meyakinkan bahwa media mainstream masih dibutuhkan guna melawan penyebaran berita hoaks, karena produk media mainstream adalah produk jurnalistik yang benar. Oleh sebab itu, publik akan senantiasa percaya kepada hasil kerja wartawan.
“Banyak orang yang mengatakan bahwa medsos (media sosial) menjadi ancaman bagi pers yang serius, tapi saya tidak begitu yakin. Menurut saya, kepercayaan publik sejatinya tetap berada di pundak wartawan,” katanya.
Mengapa demikian? Menurut Atal, cuma wartawan yang memiliki pedoman penulisan, ada kode etik, dan produknya terverifikasi. Oleh karena itu, pers profesional tetap yang terpercaya dan terbaik. Asal mereka menghasilkan produknya dengan benar.
“Apalagi, dengan berpegang pada pedoman penulisan jurnalistik, maka pers tidak mungkin melakukan kebohongan. Sedangkan di sisi lainnya, ini era di mana siapapun bisa melakukan kebohongan informasi,” jelasnya.
“Ada regulasi dan aturan yang mengkoridori kinerja jurnalis dalam menghasilkan informasi. Itulah alasan, mengapa pers tetap layak dipercaya,” tambahnya.
Senada dengan Atal S Depari, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Yuliandre Darwis mengatakan bahwa pers masih tetap berjalan dan berpegang teguh pada kode etik jurnalistik, sehingga sangat jauh dari informasi hoaks.
“Informasinya tetap menjadi menjadi yang utama bagi masyarakat untuk mengetahui setiap perkembangan berita dari sudut mana pun,” ujar Yuliandre Darwis.
Meski diganggu media sosial, namun pada akhirnya masyarakat pada akhirnya mencari kebenarannya pada media mainstream.
“Tinggal lagi, media arus utama harus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi. Selain dapat bertahan dengan arus informasi dari berbagai saluran yang begitu deras,” ujar Yuliandre yang menambahkan bahwa pada Pemilu 2019, KPI mengawasi 16 jaringan TV nasional, 800 TV lokal dan 2000 radio di seluruh Indonesia.
“Alhamdulillah berjalan dengan baik sesuai dengan petunjuk yang kita buat untuk dipatuhi. Hingga pemilu selesai pemberitaan pemilu di media mainstream cukup proposional,” jelasnya.
Ia membenarkan adanya berita hoaks yang sempat diributkan di media mainstream, ternyata salah. “Karena yang disebarkan tu adalah berita lama yang diedit dan disebarkan di media sosial sehingga menjadi viral,” jawabnya. ts