Konsepnews.com, Jakarta – Indonesian Feminist Lawyers Club (IFLC) menggelar pelatihan hukum bagi advokat bertajuk “Pelatihan Hukum Dasar Yang Berkeadilan Gender Bagi Advokat”, 18 dan 19 Agustus 2020, di Mawar Restaurant, Hotel Bidakara, Jakarta Selatan.
Target dari pelatihan ini adalah para advokat yang telah memiliki KTA dan BAS di seluruh wilayah Indonesia. Tujuannya, agar dapat membantu korban perempuan dan korban anak Indonesia yang mengalami kekerasan, baik di wilayah Negara Indonesia maupun di Luar Wilayah Indonesia.
Ketua Umum IFLC, Nur Setia Alam Prawiranegara menyatakan, sasaran utama pelatihan, adalah perubahan pandangan advokat, bahwa akses keadilan penting untuk diraih oleh perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan berbasis gender.
IFLC menimbang, beberapa peristiwa perbuatan melawan hukum kerap terjadi di Indonesia terhadap korban perempuan dan korban anak yang mengalami kekerasan berbasis gender. Ini sering terjadi hambatan, salah satunya adalah minimnya pendampingan hukum.
IFLC menilai, KUHAP hanya mewajibkan adanya bantuan hukum kepada tersangka dan terdakwa, padahal fakta di lapangan menunjukkan bahwa korban perempuan dan korban anak kekerasan berbasis gender kesulitan untuk mendapatkan akses
keadilan karena minimnya pengetahuan hukum dan penegakan hukum yang kurang berpihak pada mereka.
“Berbagai upaya pendampingan harus dilakukan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, di antaranya dengan memperkuat sumber daya manusia yang dapat memberikan layanan mumpuni bagi korban perempuan dan korban anak kekekerasan berbasis gender,” ujar Nur Setia Alam, di sela pelatihan hukum, Rabu (19/8/2020).
Oleh karena itu, Nur Setia Alam menyebutkan bahwa ada tujuh poin tujuan, yang diharapkan oleh IFLC dari digelarnya pelatihan ini bagi para advokat.
“Pertama, sebagai upaya agar pendampingan hukum memiliki keberpihakan kepada akses keadilan perempuan dan anak serta kaum disabilitas untuk memfasilitasi pelatihan bagi para Advokat untuk menguatkan advokat berperspektif Hak Asasi Perempuan (HAP) dan berkeadilan gender,” sebut Nur Alam.
Kedua, lanjutnya, untuk mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang advokat terkait kewajiban memberikan bantuan hukum bersifat Probono yang berkeadilan, kepastian hukum dan kepentingan hukum bagi korban itu sendiri. Ketiga, sebagai Advokat pun, dapat berperan secara aktif dalam memformulasikan hukum yang berkeadilan gender.
Keempat, mengubah paradigma pada awalnya tidak terbentuk rasa keadilan, hingga muncul suatu makna berkeadilan gender dan pada akhirnya tercipta tatanan hukum yang berkeadilan gender. Maka advokat merupakan kelompok penting yang yang memiliki peran strategis dalam perwujudan hukum sebagai salah satu penegak hukum.
Kelima, advokat bertindak sebagai penyeimbang terhadap upaya paksa yang diberikan oleh Undang Undang kepada penegak hukum lainnya. Sehingga membuktikan bahwa peran Advokat ini menjadi penting.
“Keenam, mendampingi korban perempuan dan korban anak. Sehingga dapat mengakses keadilan, kepastian dan kepentingan hukum bagi korban, karena dalam proses penanganannya memiliki cara dan upaya keunikan tersendiri,” tukas Nur Alam.
Ketujuh, lanjutnya, dalam penanganan upaya hukum pada umumnya dalam penanganan korban tidak hanya berlaku pendampingan bagi advokat perempuan, akan tetapi termasuk advokat laki-laki. Sehingga tercapai proses transformative gender. yn