Konsepnews.com, Jakarta – Forum Advokat Spesialis Korupsi (FAST), dengan pendiri, RM Tito Hananta Kusuma, SH, MM, dan Kabid Komunikasi, Antonius Eko Nugroho, SH, C.Med, mendukung Mahkamah Agung (MA) mengurangi hukuman terpidana kasus korupsi.
“FAST berpendapat demikian dengan pertimbangan, bahwa kita wajib menghormati Mahkamah Agung (MA) sebagai benteng terakhir keadilan yang memiliki kewenangan hukum untuk menjatuhkan putusan paling akhir dari suatu proses peradilan. Dimana putusan PK adalah putusan paling akhir dari suatu proses pidana. Semua lembaga hendaknya menghormati independensi Mahkamah Agung di dalam hal tersebut termasuk KPK, sepatutnya menghormati Mahkamah Agung,” ujar Tito saat ditemui para wartawan, kemarin.
Dijelaskannya, pengurangan hukuman merupakan bagian dari hak asasi manusia, dimana setiap orang berhak untuk melanjutkan kehidupannya.
“Dimana dari penelitian kami, FAST, orang yang sudah terjerat kasus korupsi, pada umumnya, trauma tidak mau lagi melakukan kegiatan bisnis di pemerintahan, karena resiko korupsinya sangat tinggi,” tukas Tito.
Jadi, kata Tito, para terpidana yang sudah keluar itu, pada umumnya, jarang yang kembali terjun ke dunia pemerintahan dan politik karena sudah trauma dengan hukuman penjara yang mereka jalani.
“Dan terbukti pada kenyataannya, perkara korupsi selalu bertambah dan tidak berhenti. Selalu saja ada korupsi yang baru, dan juga, tidak ada jaminan, dimana pembayaran denda kerugian negara, yang dibayarkan oleh para terpidana korupsi, kalau uang tersebut, tidak dikorupsi lagi nantinya, karena masih lemahnya sistem peraturan dan sistem pengawasan,” kata Tito.
“Lembaga penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan Agung, kepolisian, hendaknya mulai fokus pada strategi langkah-langkah untuk melakukan pencegahan korupsi dengan melakukan langkah konkrit.
FAST pun mengusulkan solusi mencegah korupsi yang kongkrit. Yakni poin pertama, untuk korupsi penyuapan di bidang perizinan, yang diatur dalam pasal 5 dan 12 Undang-Undang Tipikor, korupsi jenis ini, dapat dicegah, dengan cara memberikan pembatasan jangka waktu perizinan lembaga maksimal satu bulan.
“Karena dalam praktiknya, jangka waktu yang tidak jelas, menciptakan peluang terjadinya penyuapan,” ujar Tito.
Sementara untuk Korupsi Kerugian Keuangan Negara seperti yang diatur dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tipikor, kata Tito, korupsi jenis ini, dapat dicegah dengan cara, dilakukan audit hukum dan audit keuangan, sebelum perjanjian pengadaan dan proyek ditandatangani oleh PPK atau pejabat pembuat komitmen di setiap lembaga.
Hal ini agar unsur melawan hukum dan unsur kerugian negara dapat dicegah sedini mungkin. yz