Konsepnews.com – Disebut bermasalah gagal bayar investasi oleh para nasabahnya, Indosterling Optima Investa (IOI) akhirnya angkat bicara.
Untuk diketahui, perkara ini disebut sebagai gagal bayar bagi produk Indosterling High Yield Promissory Notes (HYPN). Produk investasi ini menjanjikan imbal hasil 9 hingga 12 persen setiap tahunnya.
Pengacara IOI dari HD Law Firm, Hardodi menampik tudingan kliennya menjalankan praktik investasi bodong. Dia menegaskan bahwa produk investasi itu sudah berjalan beberapa tahun dan nasabah sudah menikmati bunganya.
“Perlu kami sampaikan bahwa ada beberapa berita klien kami terlibat dalam investasi bodong. Tegas kami sampaikan itu bukan investasi bodong seperti kewajiban tidak dibayarkan,” ucapnya dalam jumpa pers di Ambhara Hotel, Jakarta, baru-baru ini.
Hardodi selaku kuasa hukum Indosterling pun mengungkapkan, kasus ini terjadi ini karena beberapa faktor. Salah satunya lantaran pandemi Covid-19.
“Jadi perusahaan kami bukan investasi bodong, lantaran faktor pandemi Covid-19 ini yang menyebabkan kami gagal bayar nasabah, akan tetapi memang ada keterlambatan per April 2020 karena dampak Covid-19 tersebut hampir semua perusahaan saya rasa merasakan dampak yang sama,” ungkap Hardodi lagi.
Ia pun menyatakan IOI sejak April 2020 mulai menyelesaikan kewajiban pembayaran para nasabah termasuk dalam skema Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Dikatakannya, ada empat kelompok skema pembayaran PKPU. Kelompok pertama dari Rp1 juta-Rp500 juta selama empat tahun. Kelompok kedua, dari Rp500 juta-Rp1 miliar selama lima tahun. Kelompok ketiga dan keempat selama tujuh tahun.
“Jadi memang selama empat sampai tujuh tahun,” ujar Hardodi.
Terkait penetapan status tersangka Direktur Utama PT Indosterling Optima Investa (IOI), Sean William Henley, pria yang juga sebagai pengacara pribadi Dirut IOI itu, Hardodi menyerahkan sepenuhnya kepada pihak Bareskrim Polri.
“Kami mengikuti proses hukum yang berjalan. Tapi status tersangka ini belum memutuskan klien kami bersalah. Nanti pengadilan yang membuktikan,” tegas Hardodi. mln