MALANG, KONSEPNEWS – Polemik pertanahan di wilayah Kalibakar, Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang meliputi 3 wilayah yakni, Kecamatan Dampit, Ampelgading, dan Tirtoyudo, sudah berlangsung sekitar 27 tahun dan hingga kini belum berujung.
Berkaca pada sejarah, warga lokal telah mengelola lahan di sana sejak 1942. Namun, melalui UU Nasionalisasi No. 86 Tahun 1958, Pemerintah mengambil alih bekas hak erpfacht empat perkebunan milik Belanda tersebut, yang dilengkapi dengan UU No. 2 Tahun 1959 jo PP No. 19 Tahun 1959.
Setelah “ditakeover”, pengurusan dan pengelolaan kawasan diserahkan kepada Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) Baru, berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 49/UM/1959, pada 17 April 1959. Melalui PP No. 170/1961, hak kelola diberikan kepada PPN Jatim VI, yang kemudian berganti nama menjadi PPN Aneka Tanaman XII, sesuai PP No. 27 Tahun 1963. Lantas berubah lagi menjadi PNP XIII melalui PP No. 14 Tahun 1968. Dan, melalui PP No. 8 Tahun 1971 berganti menjadi PTP XXII (Persero) yang sekarang dikenal dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII.
Dalam kronologinya dijelaskan, tahun 1986 PTP XXII mengajukan permohonan hak guna usaha (HGU atas kawasan hak erfpacht di beberapa area perkebunan bekas Belanda, dengan luas kurang lebih 4.826,84 hektare, yang terletak di Kecamatan Ampelgading, Tirtoyudho, dan Dampit, di Kabupaten Malang.
Pengesahan HGU dirilis oleh Menteri Dalam Negeri melalui SK No. 49/HGU/88, tanggal 18 Juni 1988. Lanjut PTP XXII melakukan pendaftaran dan pengajuan permohonan pengukuran tanah di Kantor Agraria Kabupaten Malang. Setelah pengukuran kadastral, luas lahan garapan menjadi sebesar 1.936,733 hektar dengan sertifikat HGU No. 1 dan No. 2 yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan.
Sementara lahan sisanya seluas 2.776,34 hektar sebagai objek landreform oleh pemerintah yang harus didistribusikan kepada masyarakat setempat. Untuk keseluruhan area bekas persil milik Belanda tersebut telah diajukan permohonan hak kepemilikan oleh warga Kalibakar lebih dahulu melalui mekanisme program Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA).
Masa berlaku HGU habis
Sejatinya, hak pengelolaan yang dimiliki PTPN XII sudah berakhir pada 2013 lalu dan diberikan kepada warga setempat. Namun, hingga kini hal tersebut belum terealisasi.
“Pasal 20 PP 18 Tahun 2021 menyebutkan, PTPN setelah masa HGU-nya habis, maka harus menyerahkan kepada masyarakat dalam jangka waktu satu tahun atau melepaskan,” kata Nur Setia Alam Prawiranegara Kuasa Hukum Paguyuban Masyarakat Kalibakar, dalam keterangan resminya, Sabtu (10/6/2023) lalu. Sayangnya, hal tersebut masih digantung-gantung oleh pihak PTPN XII.
“Kami masih menanti atas tindaklanjut proses peralihan pengelolaan lahan di 3 kecamatan tersebut, setelah diadakan pertemuan khusus di Hotel Harris, Malang, Rabu, 17 Mei 2023 lalu, yang menghadirkan sejumlah pihak, agar segera ada solusi setelah 27 tahun lamanya,” terangnya.
Dengan tegas, Camat Tirtoyudo Joanico Da Costa menegaskan, “Secara de facto dikuasai oleh masyarakat dan kami menjaga untuk menjaga Kalibakar dan tidak menerima hal yang membuat resah masyarakat. Poin paling penting adalah diharapkan adanya legalitas hak atas tanah bagi masyarakat Kalibakar”.
Sementara itu, Kepala Desa Tirtoyudo Adek Purwanto berharap masalah ini dapat diselesaikan dengan baik agar tidak ada kesenjangan atau miskomunikasi antara masyarakat dan pemerintah desa. “Masyarakat diberikan legalitas atas permohonan hak sebagaimana mestinya,” pintanya. Dirinya juga mengakui selama ini ada dari pihak luar yang melakukan pemungutan ke masyarakat.
Dalam pertemuan tersebut juga terungkap, selama ini PTPN di 5 desa tidak menjanjikan kesejahteraan bagi masyarakat. “Selama ini telah terjadi kesenjangan sosial di masyarakat,” aku Kades Bumirejo Sugeng Wicaksono.
Dia menilai, sejauh ini pemerintah belum melakukan langkah apapun dalam mengatasi permasalahan di masyarakat. Sugeng mendesak agar ketentuan hukum terkait perolehan hak kepada masyarakat ditinjau kembali. “Risalah HGU yang ada tidak sesuai karena atas nama wilayah yang berbeda. Karenanya, kami meminta penyelesaian dan konsep yang diberikan oleh BPN,” serunya.
Di sisi lain, Kades Kepatihan Samsuliadi mempertanyakan, jika HGU telah habis, maka tanah tersebut menjadi hak siapa sebenarnya? “Masyarakat tidak pernah mau melakukan kemitraan, tapi meminta hak yang jelas,” tegasnya. Dirinya juga meminta diperjelas kedudukan PTPN mengingat telah habis HGU-nya.
Usulkan bank tanah
Pada kesempatan itu, Penasihat Utama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Himawan Arief Sugoto mengusulkan, program Bank Tanah sebagai solusi, di mana masyarakat diberikan hak pakai (HGB), agar negara tidak kehilangan asetnya.
Himawan juga meminta PTPN bisa segera menyelesaikan persoalan tanah Kalibakar. “Saya akan laporkan masalaj ini ke Menteri ATR/BPN,” tegasnya.
Pada bagian lain, Kakanwil TR/BPN Jawa Timur Jonahar menegaskan, Kanwil dan Kantah akan menyelesaikan (persoalan tersebut) setelah ada kebijakan dari pusat. “Pertemuan saat ini adalah untuk mendapatkan usulan atau aspirasi yang akan ditampung baik dari masyarakat melalui Pemerintah Desa dan PTPN XII,” tandasnya.
Dari pihak PTPN XII yang hadir mendukung penyelesaian karena sejak 1997 sudah lepas karena telah dijalankan oleh masyarakat Kalibakar. “PTPN XII memberikan mandat agar setiap aset harus dioptimalkan khususnya untuk tanah di Kalibakar,” kata Nelson yang didampingi Winarto dalam pertemuan tersebut.
Setia Alam mendorong semua pihak benar-benar serius menangani persoalan ini agar ada solusi terbaik, khususnya bagi warga Kalibakar. “Kami akan terus mengawal proses ini sampai warga Kalibakar bisa mendapatkan haknya,” pungkasnya. yz