IPW Hormati Putusan PN Jaksel, Mantan Wamenkumham Batal Jadi Tersangka

by

 

JAKARTA KONSEPNEWS – Indonesia Police Watch (IPW) menghormati putusan Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menerima permohonan praperadilan yang diajukan mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej.

“Putusan Hakim tunggal Praperadilan Estiono dalam perkara gugatan status tersangka Eddy Hiarej harus dihormati. proses hukum praperadilan adalah pengujian atas kinerja KPK,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso kepada wartawan, Rabu (31/1/2024).

“KPK telah dikoreksi, artinya koreksi yang dinyatakan oleh pengadilan dalam putusannya harus dan akan menjadi masukan bagi KPK untuk dapat memperbaiki proses penyidikan atas dugaan Korupsi Eddy Hiarej. Artinya KPK dapat memperbaiki dan melengkapinya dan menetapkan sprindik baru,” sambungnya.

Sugeng meminta kepada penyidik KPK untuk mengkoreksi dalam bekerja dan profesionalisme sebagai lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia.

“Koreksi atas profesionalisme penyidik KPK dan juga mengingatkan pimpinan KPK untuk kompak dalam kerja Kolegial pemberantasan korupsi. Artinya ada proses yang dikoreksi pengadilan dan harus diperbaiki misalnya; dikatakan tidak memenuhi dua alat bukti maka perlu dikaji untuk memperkuat kembali alat bukti dalam penetapan tersangka ke depan,” imbuhnya. 

“Peristiwa pidananya kan ada. Tinggal dirumuskan kembali langkah-langkah yang diperlukan oleh KPK untuk proses penyidikan,” beber Sugeng.

Menurutnya, Putusan batal penetapan tersangka mantan Wamenkumham itu didasarkan pertimbangan alat bukti belum cukup dan pemeriksaan saksi dalam jangka waktu sangat pendek. 

“Hal ini adalah pendapat hukum hakim tunggal praperadilan Estiono, artinya pendapat ini adalah koreksi atas kerja penyidikan KPK, sehingga harus dapat dianggap sebagai masukan bagi KPK untuk profesional dalam penyidikan dengan melengkapi alat bukti dan melakukan kembali pemeriksaan saksi-saksi dan alat bukti secara cermat. Maknanya proses ini bisa dilakukan lagi,” kata Sugeng. 

Ia menyebut, dalam amar putusan hakim terdapat putusan hakim yang melampaui kewenangan yaitu amar putusan yang menyatakan tidak sah segala keputusan dan penerapan lebih lanjut yang diterbitkan oleh pemohon terkait penetapan tersangka. 

“Amar putusan ini maknanya bias, apakah yang tidak sah adalah tindakan lebih lanjut terkait surat penetapan tersangka didasarkan sprindik KPK no 147 tanggal 24 November 2023 atau tindakan lebih lanjut setelah proses hukum atas perkara ini diperbarui dan dilengkapi merujuk pada pertimbangan putusan hakim,” ungkap Sugeng. 

“Menurut saya adalah terbatas dalam merujuk sprindik KPK no 147 tanggal 24 november 2023 bukan proses baru setelah dilengkapi sesuai koreksi hakim praperadilan. Amar tersebut tidak bermakna KPK tidak bisa lagi menyidik perkara tsb karena kalau itu maknanya hakim telah bertindak melampaui kewenangan atau melanggar UU KPK dan UU tipikor karena membatasi kewenangan KPK,” ujarnya. 

Sebelumnya, Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menerima permohonan praperadilan yang diajukan mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej. Hakim mengatakan penetapan tersangka yang dilakukan KPK tidak sah.

“Menyatakan Penetapan Tersangka oleh Termohon sebagaimana dimaksud Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, terhadap Pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata hakim Estiono dalam persidangan di PN Jaksel, Selasa (30/1).

Hakim juga menolak seluruh eksepsi KPK.

 “Mengadili, dalam eksepsi, menyatakan eksepsi Termohon tidak dapat diterima seluruhnya,” ucap hakim

Seperti diketahui, Eddy Hiariej sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka bersama Yosi Andika Mulyadi selaku pengacara Eddy, Yogi Arie Rukmana, selaku asisten pribadi Eddy. Ketiganya diduga menerima suap dari tersangka eks Dirut PT Citra Lampia Mandiri (CLM Mining), Helmut Hermawan, senilai total Rp 8 miliar.

Eddy Hiariej dua kali mengajukan permohonan praperadilan terhadap status tersangkanya. Praperadilan Eddy yang pertama dicabut lantaran permohonan itu diajukan bersama Yosi dan Yogi selaku pemohon.

Kemudian, Eddy kembali mengajukan permohonan praperadilan untuk kedua kalinya, di mana hanya dia yang menjadi pemohon dalam gugatan tersebut.  Zan

No More Posts Available.

No more pages to load.