Pasien RS Medistra Mengaku Jadi Korban Dugaan Malapraktik

by

JAKARTA KONSEPNEWS – Pasien bernama Irawan Wangsa (67) mengaku menjadi korban dugaan Malapraktik dan pemalsuan tanda tangan di Rumah Sakit (RS) Medistra, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.

Korban menceritakan, saat itu ia mendatangi RS Medistra untuk melakukan pengecekkan penyakit jantung yang dideritanya pada bulan November 2021 yang lalu.

“Saat itu yang menangani perihal penyakit saya (Irawan) adalah Prof. Dr Teguh Santoso Sukamto, Sp.JP.SP.PD.KKV, yang merupakan ahli jantung. Dokter saat itu menyarankan saya harus segera di Kateter ( Kateterisasi jantung atau pasang ring),” kata Irawan kepada wartawan, Senin (04/12/2023).

Irawan mengatakan, pada hari yang ditentukan untuk dilakukan operasi Kateterisasi jantung, dia menunggu sangat lama, namun Prof. Dr Teguh Santoso belum juga datang. 

“Salah satu suster menyuruh saya meminum obat Clopidogrel sebanyak 5 butir,dan obat penenang sebanyak 2, butir kemudian saya di bawa ke kamar operasi,” ujarnya. 

Dalam keadaan tidak sadar, kata Irawan, pihak rumah sakit melakukan Kateterisasi jantung. Karena Irawan dalam keadaan tidak sadar, dia tidak mengetahui siapa yang melakukan operasi. 

Belakangan Irawan Wangsa baru mengetahui saat sidang kode etik di Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI),bahwa yang melakukan Kateterisasi adalah Dr Linda Lison yang merupakan asisten Prof. Dr Tegus Santoso. Padahal dari awal Irawan Wangsa hanya bersedia ditangani oleh Prof.Dr Teguh Santoso untuk melakukan Kateterisasi.

“Sejak awal daftar di RS Medistra, saya maunya ditangani Prof. Dr Teguh Santoso. Karena saya anggap beliau ahli dan pakar jantung.Sedangkan Dr Linda Lison hanya asisten Dr Santoso, tentu tidak sehebat keahlian Prof. Dr Teguh Santoso,” kata Irawan.

“Kalau tidak terjadi masalah, tidak apa apa tapi nyatanya terjadi masalah dengan telinga saya sebelah kiri mengalami kerusakan dan berdengung, sehingga sangat mengganggu,” sambungnya. 

Dan ketika itu, seluruh camera juga ditutup sehingga tidak terlihat apa apa, katanya. 

“Saat itu saya tanya suster tentang keberadaan Prof. Dr Santoso. Saya hanya mendengar sayup-sayup suara suster yang mengatakan Dr Santoso sedang di Toilet. Hingga Kateterisasi selesai saya belum sadarkan diri. Dan istri saya menyaksikan bahwa dia melihat saya keluar dari ruangan operasi dalam keadaan tak sadar,” ungkap Irawan Wangsa. 

“Padahal menurut ilmu kedokteran, harusnya pemasangan Kateter tidak boleh dilakukan saat pasien tidak sadar atau tertidur. Karena biasanya Kateter dipasang saat pasien sadar dan bisa melihat secara jelas saat dokter melakukan Kateter atau pasang Ring,” terangnya.

Kemudian setelah dia sadar, Irawan menyebut diharuskan membayar biaya sebesar Rp 195 juta.

Setelah dilakukan operasi Kateter Irawan mengeluh mengalami efek lainnya yaitu telinga sebelah kirinya mengalami kerusakan dimana hingga saat ini selalu berdengung sehingga pendengarannya terganggu. 

Irawan dan juga istrinya, mengaku tidak pernah mengisi formulir persetujuan operasi Kateter jantung, dan dia juga mengaku tidak merasa menandatangani formulir tersebut. 

Ketika dia meminta tanggung jawab pihak Medistra dan juga Dr Teguh Santoso, untuk ganti rugi materi dan immateri, mereka tidak bersedia memenuhi tuntutan tersebut. 

Kemudian Irawan mengadukan kasus dugaan Malapraktik itu ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ( MKDKI), Dengan Pengaduan Nomor 26/P/MKDKI/IX/2022.

Namun aduan tersebut ditolak dengan alasan tidak ditemukan pelanggaran disiplin profesi kedokteran terhadap teradu. 

Irawan juga sempat melaporkan kasus tersebut ke Polres Metro Jakarta Selatan, dengan laporan meminta perlindungan hukum adanya Kateterisasi dimana dirinya diduga diberikan obat penenang hingga tak sadarkan diri. 

Namun laporan tersebut dihentikan karena dianggap tidak cukup bukti.

Hingga saat ini setelah hampir dua tahun, tuntutan yang diajukannya kepada pihak Rumah Sakit Medistra maupun kepada Prof. Dr Teguh Santoso belum berhasil. Namun Irawan mengaku akan terus berjuang mencari keadilan serta kejujuran Prof. Dr Teguh Santoso. 

Sementara itu pihak Rumah Sakit Medistra melalui dua orang stafnya saat dikonfirmasi pada, Senin (27/11/2023) mengatakan bahwa operasi terhadap Irawan Wangsa sudah sesuai prosedur. 

Mereka mengatakan Irawan Wangsa sebelum dilakukan operasi telah mengisi formulir dan telah menandatangani formulir tersebut. Dua staf itu juga memperlihatkan formulir persetujuan untuk Kateterisasi, namun disitu tidak ada tanda tangan Irawan sesuai dengan KTP, melainkan hanya paraf Irawan dan paraf Prof,Dr Teguh Santoso.

Disamping itu, 

 formulir yang diperlihatkan itu juga terlihat buram, terkesan hanya foto copy sehingga paraf tersebut tidak terlalu jelas.

Dua staff RS Medistra itu juga mengatakan bahwa pengaduan Irawan Wangsa ke MKDKI telah ditolak karena tidak terbukti adanya kesalahan yang dilakukan oleh Prof. Dr Teguh Santoso Sukamto. 

Begitupun dengan laporan Irawan ke Polres Jakarta Selatan, telah dihentikan karena tidak ada bukti yang kuat. 

“Dengan demikian pihak rumah sakit merasa telah memiliki dua poin yang cukup atas dua laporan yang dilakukan oleh Irawan yang tidak bisa dibuktikan tersebut. Dan rumah sakit menganggap, semua sudah selesai dan tidak ada masalah lagi, ” ujar salah satu staf bernama Fira. 

Keduanya juga melarang untuk tidak memfoto dan mengcopy formulir yang diperlihatkan tersebut. 

“Kalau hanya paraf gampang ditiru. Tapi kalau tanda tangan saya yang sesuai di KTP, tidak mudah untuk ditiru. Yang ingin saya minta adalah, pihak Medistra bisa membuktikan bahwa ada tanda tangan saya dan tanda tangan istri saya, tetapi bukan paraf seperti yang mereka perlihatkan, ” tegas Irawan. Zan

No More Posts Available.

No more pages to load.