Kasus Pemalsuan Surat, Penasehat Hukum Terdakwa Ajukan Eksepsi

by

JAKARTA, KONSEPNEWS – Gunawan Muhammad, terdakwa dalam kasus pemalsuan surat dan penyertaan keterangan palsu, mengajukan eksepsi melalui penasehat hukumnya dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Penasehat hukum Gunawan, Novi Andra, S.H., menyatakan bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak memberikan kejelasan mengenai tindak pidana yang didakwakan.

Mereka menilai bahwa dakwaan dengan Nomor Register: PDM-47/M.1.10/06/2024 tidak menguraikan secara jelas tindak pidana yang didakwakan terhadap terdakwa dan mengklaim bahwa kasus ini seharusnya dianggap sebagai sengketa perdata terkait kepemilikan tanah, bukan perkara pidana.

Dalam eksepsi yang dibacakan, penasehat hukum terdakwa berargumen bahwa dakwaan tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 KUHAP karena kurang jelas dan lengkap dalam menguraikan tindak pidana yang didakwakan.

Mereka menegaskan bahwa dakwaan tidak memberikan uraian yang cermat tentang tindak pidana, sehingga terdakwa tidak dapat memahami secara jelas tuduhan yang diarahkan kepadanya.

Selain itu, penasehat hukum menyatakan bahwa terdakwa bertindak sebagai kuasa jual dari pemilik tanah yang sah dan bukan pelaku tindak pidana.

Novi Andra mengungkapkan, “Masa pihak kuasa jual bisa dijadikan terpidana? Ini kah suatu keanehan. Kuasa jual memiliki hak prerogatif untuk menjual dengan harga yang sudah ditentukan. Kenapa jadi dikatakan tindak pidana dan dimasukkan Pasal 266 KUHP? Ini yang dirasakan ada keganjilan dari klien kami.”

Eksepsi tersebut juga menjelaskan bahwa pelapor dalam perkara ini telah berperkara dengan pihak-pihak yang terikat dalam Akta van Dading No. 01 tahun 2010, Notaris Jelly Eviana, dengan rincian perkara-perkara sebagai berikut:

Perkara No. 179/G/2013/PTUN-JKT jo. 172/B/2014/PT.TUN.JKT jo. 133 K/TUN/2015 jo. 124 PK/TUN/2016: Terdakwa (pelapor) melawan Lurah Rawasari. Terdakwa adalah kuasa dari para ahli waris Ali bin Nawi dan keputusan Lurah Rawasari tidak menerbitkan Surat Keterangan Tidak Sengketa dibenarkan oleh Majelis Hakim tingkat Peninjauan Kembali.

Perkara No. 188/G/2013/PTUN.JKT jo. 173/B/2014/PT.TUN.JKT jo. 122 K/TUN/2015 jo. 113/PK/TUN/2016: Terdakwa dan beberapa pihak melawan Gubernur DKI Jakarta. SIPPT No. 308/-1.711.534 tanggal 22 Februari 2010 yang diterbitkan kepada pelapor (PT Bumi Tentram Waluya) dibatalkan.

Perkara No. 634/Pdt.G/2016/PN PN.Jkt.Pst jo. 576/Pdt/2020/PT.DKI: Pelapor menggugat para pihak yang terikat dalam Akta van Dading No. 01 tahun 2010.

Selain itu, penasehat hukum terdakwa juga menegaskan bahwa Gunawan Muhammad adalah kuasa jual berdasarkan Akta Kuasa Menjual No. 52 tanggal 29 Juni 2013, yang dibuat di hadapan Notaris Jelly Eviana.

Dalam kapasitas tersebut, terdakwa bukanlah pihak dalam perkara-perkara tersebut, melainkan hanya bertindak sebagai kuasa dari para ahli waris Ali bin Nawi.

Novi Andra memohon kepada Majelis Hakim untuk membatalkan surat dakwaan JPU berdasarkan asas in dubio pro reo, karena dakwaan yang tidak cermat, jelas, dan lengkap.

“Kami ingin mengugah hati Majelis Hakim untuk obyektif dalam mengambil keputusan. Semoga tanggapan Majelis Hakim & JPU yang akan digelar minggu depan bisa berjalan dengan baik,” jelas Novi Andra.

Sementara itu, Gunawan Muhammad mempertanyakan ketetapan statusnya sebagai tersangka dan menjadi tahanan kota. Dia merasa bingung mengapa pihak yang kalah dalam persidangan sebelumnya bisa melaporkan dirinya ke Bareskrim dan menetapkannya sebagai tersangka.

“Harusnya pihak penyidik Bareskrim jeli melihat siapa yang melaporkan. Pelapor merupakan pihak yang kalah dalam persidangan sebelumnya,” ungkapnya.

Gunawan berharap agar dirinya dapat dilepaskan dari tuduhan-tuduhan yang diterimanya, karena dia hanya bertindak sebagai penerima kuasa dari ahli waris.

“Saya tidak pernah membuat surat apapun, apalagi memalsukan surat. Semua surat saya dapat dari ahli waris. Makanya jadi lucu,” jelasnya. yz

No More Posts Available.

No more pages to load.