ICF dan SMI Sukses Gelar Virtual Talkshow “RUU ITE: Bermedsos Sehat dan Beretika”

by

Konsepnews.com, Jakarta – Presiden Jokowi mewacanakan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), hal ini dinilai menjadi momentum yang baik untuk proses penegakan hukum di Indonesia.

Rencana merevisi ‘Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik’ atau UU ITE itu juga mendapat sambutan positif dari Dr Suriyanto SH MH MKn. Akademisi dari Universitas Jakarta ini menilai revisi memang harus dilakukan.

Hal ini diungkap dalam giat Virtual Talkshow yang diselenggarakan oleh Indonesia Care Forum (ICF) bekerjasama dengan PT Sinar Media Indonesia (SMI) dengan mengusung tema “RUU ITE: Bermedsos Sehat dan Beretika”, Jumat (26/3/2021).

Menurut Dr Suriyanto yang mendapatkan gelar doktor dari Fakultas Hukum, Universitas Jayabaya, Jakarta ini, meski UU tersebut tidak membatasi kebebasan berpendapat dan mengancam demokrasi. Namun sejumlah pasal bermasalah diminta untuk dicabut dan diperbaiki kembali karena dinilai sebagai pasal karet.

“Pendapat hukum saya bahwa UU ITE tidak membahayakan, tetapi bias, yang akhirnya menyasar ke media massa, kebebasan berpendapat yang dijamin UU. Oleh karenanya saya sepakat kalau pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 agar dihilangkan dari UU tersebut,” ujarnya.

Dr Suriyanto yang juga sebagai Ketua Umum PWRI ini menegaskan, pasal 27 ayat (3) UU ITE urgensinya merupakan pembatasan atas hak asasi menyampaikan informasi agar pelaksanaannya tidak melanggar hak asasi orang lain.

Namun demikian norma Pasal 27 ayat (3) multitafsir yang berakibat pada ketidakpastian hukum dalam penerapannya.

“Historisnya kan bahwa UU tersebut adalah ketika era Presiden SBY. Dalam tatanan global yang kemudian dimasukan ke Indonesia , dimana perdagangan secara elektronik tetapi seiring waktu berjalan, munculnya media online, media sosial, menjadi kena sasaran,” beber Dr Suriyanto.

Dr Suriyanto mengajak dalam seluruh lapisan masyarakat agar menggunakan media sosial lebih ramah dan sehat.

“Pesan saya, sosialisasikan kepada kerabat terdekat saudara saudara kita tentang penggunaan media sosial yang ramah dan sehat di masyarakat,” terangnya.

Sementara itu, Pengamat kebijakan publik dan media sosial, Saiful SH alias Mr Bejo menambahkan bahwa banyaknya peredaran hoaks di media sosial dalam masyarakat adalah karena media sosial itu adalah tidak terbatas ruang dan waktu.

“Maka dari itu, perlu ada pengawasan secara ketat dari instansi terkait, misalnya kalau boleh saya usul dibuat dewan etik media sosial,” kata Mr Bejo, CEO SMI.

“Yang tak kalah penting, perlu juga diterapkannya sistem digital yang profesional dan memiliki nilai edukasi yang tinggi” tambah Mr Bejo yang juga menjabat sebagai Direktur PT Bromo Noto Negoro (PT BNN).

Checker fact MAFINDO (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia), Muhammad Khairil M.Hum, mengatakan bahwa keberadaan UU ITE tidak hanya menyasar media massa atau pers tetapi juga para checker fakta.

“Kasus terbaru adalah pemeriksa fakta dari liputan6.com yang tidak saja kena doxing tetapi diancam akan dibunuh oleh netizen. Ini adalah bukti bahwa revisi UU ITE sangat diperlukan terutama pasal-pasal yang menghambat kerja-kerja temen-temen media dan pegiat media sosial yang sehat dan beretika,” tukas Muhammad Khairil. yz

No More Posts Available.

No more pages to load.