IPW Berharap Kapolri Konsisten Memotong Kepala Ikan Busuk Terkait Kasus Wadas

by

Konsepnews.com, Jakarta– Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mengatakan, sikap tegas dan konsistensi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sedang diuji untuk memotong “kepala ikan busuk” dalam penangkapan sewenang-wenang dan terjadinya tindak kekerasan anggota Polri terhadap 60 lebih warga desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo pada (8/2) yang lalu.

Peristiwa tersebut, kata Ketua IPW dipicu karena warga menolak tanahnya dibebaskan untuk penambangan batuan andesit sebagai material pembangunan proyek Bendungan Bener.

“Tindakan penangkapan dan kekerasan aparat Polri itu, jelas merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Hal itu telah disampaikan Komnas HAM yang telah menemukan bukti pelanggaran hak asasi manusia oleh Polri,” kata Sugeng dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (19/2/2022).

Oleh karena itu, lanjut Sugeng, pimpinan tertinggi Polri harus melaksanakan tindakan nyata untuk memberikan punishment kepada Kapolda Jateng Irjen pol Ahmad Luthfi. Lantaran, pengerahan 250 personil Polri yang mengepung Desa Wadas merupakan perintah dan tanggung jawabnya.

“Perintah Kapolda Jateng yang menurunkan anggotanya ke Wadas tersebut karena berdasarkan adanya surat dari Kementerian PUPR No : UM 0401.AG.3.4./45 Tanggal 3 Februari 2022 Tentang Permohonan Pengamanan Pelaksanaan Pengukuran di Desa Wadas Kabupaten Purworejo Provinsi Jateng,” ungkapnya.

“Permintaan pengamanan ke Kapolda Jateng itu, juga datang dari BPN Purworejo dengan surat Kementerian ATR/BPN Kabupaten Purworejo Provinsi Jateng Nomor: AT.02.02/344-33.06/II/2022 tertanggal 4 Februari 2022 Perihal Permohonan Personel Pengamanan Pelaksanaan Inventarisasi dan Identifikasi di Desa Wadas Kabupaten Purworejo Provinsi Jateng,” papar Sugeng.

Bahkan, Sugeng menyebut, sebelumnya Kepala Kanwil BPN Jateng secara khusus juga menemui Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi.

“Namun, adanya surat tersebut bukan berarti menjadi alasan pembenaran aparat Polri melakukan penangkapan semena-mena dan melakukan kekerasan terhadap warga Wadas,” tandasnya.

“Disamping itu, merebak pula isu adanya bisnis tambang yang melibatkan perusahaan tambang yang dikelola pengusaha keluarga dari aparat penegak hukum berinisial K,” tutur Sugeng.

Untuk itu, kata Sugeng, Indonesia Police Watch (IPW) berharap permintaan pengamanan dan motif turunnya anggota Polri dengan jumlah banyak tersebut, ditelusuri oleh Komisi III DPR RI dengan membentuk Pansus Wadas dan Komnas HAM dengan mengkaitkan pertanggungjawaban Kapolda Jateng dalam tindakan penangkapan dan kekerasan anggota Polri di Desa Wadas berdasarkan UU HAM.

“Pada pasal 34 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) tegas menyebut: setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang ,” jelasnya.

Menurutnya, Polda Jateng melalui penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan anggotanya, telah melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Karena, seharusnya anggota Polri yang melaksanakan penegakan hukum harus berdasar aturan hukum,” ujarnya.

Pengacara Senior itu menjelaskan, menurut Pasal 1 angka 20 KUHAP dijelaskan bahwa Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

“Bahkan, dalam melakukan penangkapan itu, anggota kepolisian harus memiliki surat tugas dan surat perintah penangkapan,” ungkap Sugeng.

“Apalagi, pada penjelasan umum angka 3 huruf b Kuhap disebutkan: Penangkapan, panahan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang,” paparnya.

“Tak kalah pentingnya, penangkapan sewenang-wenang dan terjadinya tindak kekerasan tersebut bertentangan dengan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri. Sehingga, kasus pelanggaran HAM ini harus dituntaskan oleh Polri, DPR RI dan Komnas HAM,” pungkasnya.

Sumber: Siaran Pers IPW

Erzan

No More Posts Available.

No more pages to load.