ITW: Permasalahan Ojol dan Kemacetan Lantas yang Terbiarkan Hasil Ternak Pemerintah

by

JAKARTA, KONSEPNEWS – Indonesia Traffic Watch (ITW) menilai permasalahan kemacetan lalu lintas (lantas) dan aksi unjuk rasa ribuan pengemudi ojek online (Ojol) se-jabodetabek pada Kamis (29/8) kemarin, berpotensi memicu konflik. 

Beragam isu baik antara pengemudi Ojol dengan pihak aplikator maupun status hukum yang masih illegal lantaran belum diatur dalam UU No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan (LLAJ), akan memicu aksi terus digelar.

Menurut ITW, aksi para pengemudi Ojol hanya salah satu permasalahan lalu lintas yang terbiarkan sekaligus hasil ternak pemerintah yang selama ini terpelihara.

“Aksi-aksi seperti ini akan terus digelar, sebagai hasil dari ternak yang dilakukan oleh Pemerintah, selama ini,” kata ketua Presidium ITW, Edison Siahaan dalam siaran persnya, Sabtu (31/8/2024).

ITW mengingatkan agar Presiden terpilih menunjuk Menteri Perhubungan (Menhub) yang memiliki kompetensi dan integritas serta pemahaman yang cukup tentang lalu lintas. 

Kemudian yang mampu membangun koordinasi dan sinergi dengan seluruh stakeholder untuk mencarikan solusi efektif dan permanen setiap permasalahan lalu lintas. 

“Sebab beragam permasalahan (kemacetan) lalu lintas sampai saat ini belum dapat diselesaikan secara komprehensif, sehingga potensi memicu terjadinya konflik sosial dan menghambat pertumbuhan ekonomi nasional,” beber Edison.

Menurut Edison Siahaan, jauh sebelumnya, permasalahan akibat menjamurnya angkutan umum berbasis aplikasi sudah diprediksi akan menjadi ancaman terhadap stabilisasi transportasi angkutan umum. 

Juga potensi memicu terjadinya gejolak dan dampak akibat terbentuknya kekuatan sosial yang sulit dikendalikan. Ditambah lagi status hukum yang tidak jelas dan hubungan kerja antara perusahaan aplikasi dengan pengemudi Ojol.

“Sehingga para pengemudi Ojol menggelar aksi demo untuk menuntut tindakan semena-mena pihak aplikasi atau platform yang memotong tarif ke pengemudi mencapai 30-40 persen,” ungkapnya.

“Bahkan mereka juga mendesak pemerintah melegalkan pekerjaan ojol dengan memasukkannya dalam undang-undang. Sebab, saat ini sepeda motor tidak diatur sebagai angkutan umum,” kata Edison. 

Karena status hukum ojol masih illegal, sehingga para pengemudi Ojol menjadi korban dari sikap sewenang-wenang pihak perusahaan aplikasi. 

“Sementara pemerintah belum bisa berbuat banyak untuk memenuhi rasa keadilan para pengemudi Ojol dari para perusahaan Aplikasi,” ujar Edison.

Padahal, kata Edison, upaya untuk mengantisipasi potensi terjadinya kekisruhan hingga terbentuknya kelompok sosial yang sulit dikendalikan meskipun melakukan pelanggaran sudah disampaikan oleh Menteri Perhubungan (Menhub), Ignasius Jonan lewat surat kepada Kapolri saat itu dijabat oleh Jenderal Badrodin Haiti.

Dalam surat nomor UM.302/1/21/Phb/2015 tertanggal 9 November 2015 perihal Kendaraan Pribadi (sepeda motor, mobil berpenumpang, mobil barang) yang digunakan untuk mengangkut orang dan atau barang dengan memungut bayaran. 

“Saat itu, Menteri meminta Kapolri mengambil langkah-langkah  dan tindakan tegas sesuai dengan peraturan perundang-undangan, terhadap kegiatan yang menggunakan kendaraan bermotor menjadi angkutan umum dengan fasilitas aplikasi internet serta meminta bayaran,” beber Edison.

“Sebab kendaraan bermotor yang digunakan bukan untuk angkutan umum dan tidak memenuhi persyaratan seperti yang diatur dalam UU No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan dan  Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan,” sambungnya.

Meski surat yang dilayangkan ke Kapolri merupakan perihal penting dan ditembuskan kepada Menkopolhukam, Menko Bidang Perekonomian, Gubernur seluruh Indonesia, Kapolda Seluruh Indonesia, Kakorlantas Polri, Dirjen perhubungan darat dan ketua umum DPP Organda.

Sayangnya, surat Menhub tersebut tidak mendapat respon dari Kapolri dan pihak-pihak lain. Justru pemerintah seperti beternak konflik dengan membiarkan praktik pelanggaran hukum terjadi.  

Akibatnya jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi sebagai angkutan umum tetapi tidak memenuhi persyaratan terus bertambah. 

“Hasil ternak kemudian memicu beragam permasalahan seperti kemacetan yang berdampak luar biasa karena menimbulkan kerugian materi sangat besar dan kesehatan serta polusi udara,” kata Edison.

“Diharapkan pemerintahan yang baru dapat menjadi solusi efektif dan permanen atas persoalan lalu lintas khususnya di kota-kota besar di negeri ini,” imbuhnya. Zan

No More Posts Available.

No more pages to load.