KIN RI: Kebebasan Pers di Indonesia Terancam oleh Revisi UU Penyiaran

by

JAKARTA, KONSEPNEWS – Perkembangan pers dan media massa di Indonesia sejak reformasi 1998 menunjukkan kemajuan signifikan, baik dari segi jumlah maupun kualitas. Kebebasan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers telah memungkinkan media massa untuk memainkan peran penting dalam edukasi, hiburan, dan kontrol sosial, serta meneguhkan posisi pers sebagai pilar keempat demokrasi. Begitu pula, UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran telah memperkuat posisi kemerdekaan pers nasional.

Namun, dunia jurnalistik dan penyiaran Indonesia saat ini dihadapkan pada tantangan serius dengan adanya revisi UU Penyiaran yang diusulkan oleh DPR. Revisi ini dianggap berpotensi mengekang kebebasan pers, terutama melalui pengaturan yang membatasi penayangan tayangan eksklusif jurnalistik investigatif. Dalam draft revisi, Pasal 50B ayat (2) huruf (c) melarang isi siaran dan konten siaran yang menayangkan tayangan eksklusif jurnalistik investigasi.

Ketua Dewan Pers menilai aturan ini bertentangan dengan independensi pers yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU Pers, yang menyatakan bahwa pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pemberedelan, atau pelarangan penyiaran. Pembatasan ini, menurut Dewan Pers, dapat membungkam kemerdekaan pers dan menghambat jurnalisme investigatif yang selama ini berperan penting dalam mengungkap berbagai kasus penting, seperti kekerasan oleh oknum aparat, kekerasan seksual di lembaga pendidikan, dan kasus korupsi.

Revisi UU Penyiaran memang memuat beberapa poin positif, seperti pengaturan penyiaran dengan teknologi digital dan perluasan wewenang KPI. Namun, larangan terhadap jurnalisme investigatif memunculkan kekhawatiran besar akan dampak negatif terhadap kualitas informasi yang diterima publik. Jurnalisme investigatif diperlukan untuk menyajikan informasi yang aktual, kritis, dan berimbang, serta mendidik publik.

Dalam hal ini, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan terkait revisi UU Penyiaran:

  1. Relevansi pembatasan penayangan jurnalisme investigatif di era digital.
  2. Masalah mendasar dalam polemik terkait pembatasan tersebut.
  3. Urgensi pengaturan jurnalisme investigatif dalam perspektif kepentingan masyarakat.
  4. Solusi terhadap polemik pembatasan jurnalisme investigatif.
  5. Manfaat positif dan potensi negatif dari pembatasan jurnalisme investigatif.

Adanya larangan investigasi untuk persoalan tertentu dianggap perlu untuk menjaga kehidupan masyarakat dan aktivitas penyiaran agar memiliki batasan yang jelas. Namun, penguatan lembaga penyiaran dan kepentingan publik juga perlu diperhatikan, misalnya melalui pembentukan Komite Investigasi sebagai lembaga tinggi negara yang bertugas mengimplementasikan produk hukum tersebut.

DPP KIN RI (Komite Investigasi Negara) dengan beberapa tokohnya seperti Jenderal TNI Purn Tyasno Sudarto, Marsdya TNI Purn Wresniwiro, Brigjen TNI Purn Bambang Saiful Basri, Drs Agus S Budiman, M Arief Nur Cholis, Infokom KIN RI Saiful SH, Inggar Saputra, melalui pernyataan yang disampaikan oleh Jenderal TNI Purn Tyasno Sudarto menegaskan pentingnya revisi ini dipertimbangkan secara matang.

KIN RI mendukung kebijakan yang berpihak kepada kepentingan masyarakat Indonesia dan mendorong diskusi lebih lanjut untuk menemukan solusi yang ideal.

Dengan demikian, kebebasan pers di Indonesia diharapkan tetap terjaga dan mampu terus berkontribusi dalam pembangunan demokrasi yang sehat dan berimbang. yz

No More Posts Available.

No more pages to load.