Konsepnews.com – Kabar duka hadir dari dunia musik Indonesia, baru-baru ini. Maestro keroncong Tanah Air, Mus Mulyadi meninggal dunia di usia 73 tahun, Kamis (11/7) pagi. Kabar duka itu diketahui publik pertama kali dari Erick Haryadi, anak kedua dari pernikahan Mus dengan Helen Sparingga, lewat media sosialnya.
Erick Haryadi kepada awak media menururkan, sang ayah wafat sekitar pukul 09.08 WIB. “Dia dirawat di rumah sakit Pondok Indah, habis sarapan, terus meninggal. Sakitnya gula tadinya, karena gula nya tinggi. Tapinya sempat bilang udah enakan. Gulanya juga sudah turun, habis makan beliau bilang makanannya enak. Sudah habis itu hilang, ke rumah Bapa di Surga,” kata Erick.
Sebagai anak, Erick melihat sosok ayahnya itu adalah sosok musisi yang punya semangat hidup. “Beliau orangnya penuh semangat sebenarnya, seorang legend, semua orang tahu itu,” sebut Erick.
Mus Mulyadi adalah penyanyi dan musisi kelahiran Surabaya, 14 Agustus 1945, dan terkenal lewat sejumlah lagu karyanya antara lain, “Kota Solo”, “Dinda Bestari”, “Telomoyo”, dan “Jembatan Merah”.
Sebelum menjadi penyanyi, pada masa remajanya di Surabaya, ia telah membentuk sebuah band bernama “Irama Puspita”, dengan personil tiga belas wanita-wanita yang telah dipersiapkannya untuk sukses di panggung hiburan. Ia menjadi pelatih band Irama Puspita selama beberapa tahun.
Setelah grup itu bubar, Mus bergabung dengan sebuah grup band bernama “Arista Birawa” pada tahun 1964 yang dibentuk oleh Busro Birawa. Personilnya adalah ia sendiri sebagai pemegang bas dan merangkap sebagai vokalis, Jeffry Zaenal (Abidin) pada drum, M Yusri pada Rhythm, Oedin Syach pada Lead guitar, bersama Sonata Tanjung. Bersama Arista Birawa, Mus Mulyadi menelurkan satu album Jaka Tarub pada tahun 1965.
Namun akhirnya bersama tiga rekannya, Mus meninggalkan Surabaya dan mencoba mengadu nasib ke Singapura pada tahun 1967. Di Singapura Mus mulai belajar menciptakan lagu dan terciptalah lagu “Sedetik Dibelai Kasih”, “Jumpa dan Bahagia”, hingga terkumpullah 10 lagu. Lalu membentuk sebuah band yang diberi nama The Exotic dengan personil Jerry Souisa pada lead guitar, Arkan pada Rhythm guitar, Jeffry Zaenal (Abidin) pada drum dan Mus Mulyadi pada bass sekaligus penyanyi.
Mus Mulyadi kemudian menawarkan karya-karyanya itu kepada Live Recording Jurong tahun 1969. Mereka langsung membuat dua album Pop dan Keroncong. Setelah mengantungi uang dari sana. Mus dan tiga rekannya kembali ke Tanah Air. Pada tahun 1971 ia rekaman solo di Remaco diiringi kelompok A Riyanto, Empat Nada Band. A Riyanto kemudian mengajaknya bergabung dengan band Empat Nada, setelah itu terbentuklah Favourite’s Group.
Anggota awalnya adalah Mus Mulyadi (vokal/Rhythm), dan empat anggota band 4 Nada, yakni A Riyanto alias Kelik (Keyboard/Vokal), Nana Sumarna (Bass), Eddy Syam (Gitar) dan M Sani (Drum). Mereka lalu rekaman di Musica Studio. Lahirlah tembang “Cari Kawan Lain”, “Angin Malam”, “Seuntai Bunga Tanda Cinta”, “Nada Indah”. Lalu menelurkan album volume II yang bersisi lagu “Mimpi Sedih”, “Aku Yang Kau Tinggalkan”, “Cintaku Suci”, dan “Lagu Gembira”.
Di sela aktivitasnya bersama Favourite’s Group, Mus Mulyadi ditawarkan oleh produser untuk membuat solo album. Dalam album itu, Mus Mulyadi dibuatkan sebuah lagu berbahasa Jawa oleh Is Haryanto berjudul “Rek Ayo Rek”. Lagu ini ternyata meledak di pasaran. Setelah menyelesaikan album Favourite’s Groupvol. 4 “Aku Tak Berdosa”, Mus Mulyadi kemudian memilih mengundurkan diri dari Favourite’s Group untuk berfokus pada karier penyanyi solo.
Mus lalu mencoba menyanyikan lagu keroncong pop, lalu hadir lagu Kr. Dewi Murni. Kasetnya laku keras. Setelah itu, ia dapat julukan “Buaya Keroncong”. Saat show ke luar negeri seperti Belanda atau Amerika, ia dikenal sebagai The King of Keroncong. Popularitas Mus Mulyadi sebagai penyanyi keroncong pun mendapat perhatian dari kalangan insan dunia perfilman nasional pada tahun 1970-an. Oleh sutradara Fred Young, ia diajak ikut membintangi film berjudul “Putri Solo” (1974).
Selanjutnya, Mus membintangi film berjudul “Aku Mau Hidup” di sutradarai oleh Rempo Urip. Pada akhir tahun 1970-an, Mus Mulyadi sempat pula menyanyikan lagu-lagu Dangdut/Lagu Melayu. Ia sempat berduet dengan pedangdut asal Surabaya, Ida Laila. Beberapa lagu duetnya dengan Ida Laila, seperti “Suara Hati” dan “Bunga Dahlia”.
Tentang cengkoknya yang sangat khas itu, Mus Mulyadi sempat mengaku bahwa ia hanya improvisasi saja. “Modal saya cuma berani berimprovisasi. Saya itu punya feeling, biasanya orang kalau dari fa ke mi atau mi ke fa, itu kan hanya dua tangga nada, saya bisa enam tangga nada. Saya berani memainkan tangga nada,” begitu kiat si “buaya keroncong” yang sudah merilis 80 album keroncong itu. ic