Konsepnews.com, Jakarta – Sengketa merek dagang cairan anti karat antara Get All 40 dan WD 40 memasuki tahap yang baru. Pihak Get All 40 megajukan Kasasi ke Mahkamah Agung RI, pada 31 Agustus 2021 silam,
Upaya hukum tersebut, menyusul putusan Majelis Hakim yang diketuai Dulhusin, SH, MH pada 25 Agustus 2021, yang membatalkan sertifikat kepemilikan merek dagang Get All 40 yang dikeluarkan HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual), melalui putusan Majelis Hakim Nomor 03/Pdt.Sus Merek/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Pihak Get All 40 menilai putusan majelis hakim di PN Niaga Jakarta Pusat tidak berazaskan keadilan, karena memberikan putusan tanpa mempertimbangkan dalil-dalil yang diajukan pihak Get All 40.
“Majelis Hakim hanya mengacu kepada dalil-dalil yang disampaikan pihak penggugat,” ujar Benny Bong selaku pemilik merek Get All 40, saat ditemui di kawasan Glodok, Jakarta, Senin (6/9).
Dalil-dalil yang Benny maksudkan, antara lain pendapat saksi ahli, Dr. Suyud Margono, SH., MHum., FCIArb., yang menyebutkan tidak adanya persamaan pada pokoknya antara produk Get All 40 dengan WD 40.
“Pak Suyud ini orang yang paling ahli dalam bidang merek. Tapi keterangannya tidak dijadikan bahan pertimbangan,” kata Benny Bong, didampingi kuasa hukumnya, Djamhur, SH.
Djamhur mengatakan bahwa Majelis Hakim dalam pertimbangannya mengatakan adalah hak inisiatif penggugat untuk menentukan siapa-siapa pihak yang akan digugat sesuai yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No. 546K/Sip/1970 yang dikeluarkan tanggal 28 Oktober 1970.
“Ternyata setelah saya cek, Keputusan Mahkaman Agung No. 546 terkait sengketa penjualan karet antara Eka Nasrun Direktur Utama PT Bintang Jaya Raya dengan pemimpin Bank BNI Cabang Kota. Itu tidak ada hubungannya dengan perkara ini. Dalam hal ini Majelis Hakim ‘asal tembak’. Kami merasa dikelabui dan dibodohi,” ungkap Djamhur.
Di sisi lain, beberapa yurisprudensi terkait sengketa merek yang Djamhur ajukan malah diabaikan, Majelis Hakim malah menggunakan yurisprudensi yang tidak ada kaitannya dengan perkara yang diputuskan.
Djamhur juga menyayangkan tidak disertakannya Komisi Banding sebagai ikut tergugat dalam perkara ini, mengingat yang dipersoalkan adalah sertifikat yang dikeluarkan Komisi Banding.
“Padahal setiap keputusan Komisi Banding biasanya digugat di Pengadilan Niaga,” ujar Djamhur menyayangkan.
Lebih jauh, Djamhur menyebut telah mengajukan eksepsi terkait Legal Standing kuasa hukum penggugat karena paspornya prinsipal penggugat hanya dalam bentuk foto copy yang dilegalisir KBRI setempat, bukan dokumen asli.
Menurut Djamhur, legalisir KBRI setempat itu hanya sebatas cap dan tanda tangan, bukan mengenai isi. Dalam putusan hakim tertuang keterangan, tanda tangan yang ada pada dokumen itu dibenarkan oleh Konsulat Jenderal RI.
“Nah, kata-kata ‘dibenarkan’ itu tidak bisa dibuktikan. Itu hanya asumsi Majelis Hakim saja, bukan berdasarkan bukti surat,” papar Djamhur yang berharap Mahkamah Agung akan mempertimbangkan kasasinya dengan bijak.
Mempermainkan Hukum
Pengusaha sekaligus Ketua Koperasi Pasar HWI Lintedeves, Chandra Suwono mendukung upaya hukum yang sedang bergulir ke meja Mahkamah Agung RI.
Ia pun menengarai adanya ketidakadilan terhadap pengusaha lokal oleh pengusaha dari luar negeri. Chandra mendasarkan pendapatnya pada putusan Majelis Hakim, yang menyatakan bahwa WD40 ini adalah perusahaan besar dan terdaftar di berbagai negara di dunia.
“Sudah saatnya kita mengacu kepada hukum di Indonesia. Mendukung produk anak bangsa oleh semua masyarakat Indonesia, termasuk aparat penegak hukum. Presiden sendiri sudah menyatakan dukungannya pada produk dalam negeri,” kata Chandra.
Chandra menduga ada kekuatan besar yang sengaja melakukan upaya dengan segala cara untuk mempermainkan hukum di Indonesia dan berusaha mematikan produksi dalam negeri.
“Dari keputusan itu, kami patut menduga telah terjadi perselingkuhan hukum. Selain melakukan kasasi ke Mahkamah Agung, saya juga akan mengadu ke Komisi III DPR, Komisi Yudisial, dan KPK agar mengawasi proses hukum yang tengah bergulir di Mahkamah Agung,” seru Chandra.
Seperti diketahui, sengketa kedua merek tersebut sudah berlangsung sejak tahun 2015. Bermula dari WD40 mengajukan gugatan pembatalan sertifikat Get All 40 hingga tingkat Mahkamah Agung (MA).
Namun Get All 40 berhasil mengambil kembali haknya melalui Komisi Banding Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dengan memanfaatkan diterbitkannya PP 10 tahun 2019, tentang Tata Cara Banding Merek di HAKI.
Setelah mendapatkan kembali sertifikat, pada 18 Agustus 2020, Benny Bong selaku pemilik merek dagang Get All 40 menggugat ganti rugi kepada WD40.
Persidangan gugatan dimasukan tanggal 6 Agustus 2021. Namun pada 5 Januari 2021, pihak WD40 melalui kuasa hukumnya Hadiputranto, Hadinoto & Partner (HHP) melakukan gugatan balik pembatalan sertifikat Get All 40 seperti yang pernah dilakukan sebelumnya. Gugatan tersebut dikabulkan oleh Majelis Hakim PN Niaga Jakarta dengan putusan Nomor 03/Pdt.Sus-Merek/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst pada 25 Agustus 2021. (TS)